Kamis, 03 Desember 2015

Mengenal Batu Akik Kayu Asem

Tak hanya akik yang benar-benar dari batu. Para gemlover juga hobi mengoleksi fosil lantaran keunikannya. Salah satunya fosil kayu asem yang dipercaya butuh waktu ratusan tahun agar dapat membatu.

 Di kalangan gemlover, fosil kayu asem lebih dikenal dengan nama galih asem. Meski berasal dari kayu, tingkat kepadatan dan kekerasannya sama seperti batu. Bahkan jika dibanding kalimaya Banten, galih asem lebih kuat.

Pemilik Sonia Gemstone, Arifin Sanjaya (38), menjelaskan, warna batu ini cokelat seperti biji asem. ’’Bila disenter, akan terlihat serabut di dalamnya seperti akar,” ungkap warga Jl. Ratu Dibalau, Tanjungsenang, ini.

Salah seorang perajin batu, Mulyadi (43), menambahkan, fosil galih asem ini banyak ditemukan di Pulau Jawa. Menurutnya, batu jenis itu cukup langka dengan motif berwarna cokelat layaknya kayu.

Akik ini memiliki unsur kimia silikon dan almunium dengan tingkat kekerasan mencapai skala 6-7 mohs. ”Fosil ini dari getah kayu asem yang selama beribu tahun seiring proses alam mengeras, membentuk fosil kemudian membatu,” jelas bapak empat anak asal Jl. Ratu Dibalau ini.

Cara merawatnya hampir sama seperti batu akik biasa. Untuk membuatnya mengkilat dapat sering digosok menggunakan serbuk intan. Atau, direndam dengan baby oil untuk menjaga keindahan warnanya.

Hendora Frisando (28), salah satu gemlover, mengakui kelangkaan galih asem ini. Karena proses terbentuknya tidak mudah. ’’Sekilas bila tidak terlalu paham, fosil ini akan dikatakan batu oleh yang melihatnya,” terang dia. (cw6/p3/c1/ade)

Diklaim Khas Semarang
Salah satu daerah di Indonesia yang dikenal penghasil batu galih asem adalah Kota Semarang. Asal nama Kota Semarang sendiri menurut legenda berasal dari kata asam dan arang sehingga batu itu disebut batu khas Semarang.

 Slamet (41), warga Jl. Tambra Dalam 2, Kelurahan Kuningan, Semarang Utara, adalah salah satu perajin batu yang menemukan fosil tersebut dan membuatnya menjadi batu akik. ’’Ini namanya batu galih asem. Adanya ya hanya di Semarang," kata Slamet seperti dilansir detikcom.

 Harga Akik buatan Slamet ini di kalangan kolektor bisa mencapai jutaan rupiah. Namun Slamet sendiri menjualnya paling mahal sekitar Rp300 ribu. Harga murah itu sengaja dibanderolnya agar peminat batu Galih Asem banyak dan bisa memperkenalkan batu itu ke masyarakat.

"Yang saya sayangkan di Semarang, masyarakat khususnya pemerintah daerah kurang memperhatikan. Padahal Semarang punya identitas luar biasa, Aceh punya giok, Purwokerto punya Klawing, Semarang ada ini," terangnya.

 Ayah tiga anak itu mengaku cukup sulit mendapatkan fosil pohon Asam itu. Selain di perbukitan, ia menjalani persyaratan mengelilingi 99 pemakaman di Semarang. Seorang diri dia menggali hingga kedalaman 12 meter. "Dulu kan di Semarang di sekitar Jalan MT Haryono dan Pemuda banyak pohon asam, tahun 70-an ada penebangan besar-besaran diganti akasia, ini dibuang dan jadi fosil. Ini usia pohon kalau 200 tahun ada," katanya tanpa memberitahu lokasi fosil pohon asam miliknya.

Batu akik yang saat ini masih digandrungi masyarakat Indonesia memberikan efek cukup signifikan bagi Slamet. "Pak Wali (Wali Kota Semarang) pernah mampir ke sini pas ada acara di dekat sini. Beliau terkejut ternyata ada batu akik bagus khas Semarang. Sudah dipakai satu sama beliau," tandas Slamet.

Salah satu kolektor batu yang datang ke rumah Slamet, Hedi Mulyono mengaku baru kali ini melihat fosil kayu diubah menjadi batu akik yang indah. "Galih asem ini memang unik, motifnya kayak serat akar," ujar Hedi. (net/c1/ade)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
>