Kisah heroic pejuang-pejuang kita
ini, terekam dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tentara inggris menyebut “Battle
of Surabaya” sebagai “inferno” atau neraka di timur Jawa dimuat majalah
New York Times edisi 15 November 1945. Dalam perang lima tahun dengan
NAZI, Inggris tidak pernah kehilangan satu Jenderal pun. Tapi di
Surabaya baru lima hari mendarat seorang Jenderal terbunuh. Inilah yang
membuat marah Inggris. Di Singapura para panglima Inggris berkumpul.
“Kita sudah kalah di Surabaya” kata seorang Panglima….
Di Tanjung Mas, Surabaya Pasukan sekutu mendarat dan membebaskan banyak
interniran perang Belanda. Banyak eks orang kaya Belanda langsung lupa
diri, mereka kemudian berpesta. Di Hotel Yamato, para orang kaya Belanda
menyiapkan pesta untuk mengganti nama Hotel Yamato ke nama semula
yaitu: Hotel Oranje. Proses penggantian nama ini kemudian diikuti oleh
pengerekan Bendera Belanda di atas hotal Yamato. Karena kedudukannya
merasa kuat, sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch
Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00
mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru)
Paginya pengibaran bendera Belanda bikin perhatian banyak orang yang
sedang berjalan kaki. Pemuda-pemuda yang dilapori rakyat bahwa Belanda
mengibarkan bendera langsung ngasah bambu runcing, beberapa pemuda
melapor ke Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) Surabaya: Sudirman.
“Lha, kan sudah ada perintah dari Jakarta untuk mengibarkan bendera
merah putih” , kata Sudirman sambil memegang surat perintah 1 September
1945 tentang bendera merah putih lalu membawanya ke Hotel Yamato.
Disana Sudirman dikawal Sidik dan Haryono. Sampai di depan kerumunan
massa, Sudirman ditemui beberapa orang pemuda yang kalap “Kita bakar
saja hotel ini” Sudirman menahan ide pemuda itu, lalu ia segera masuk ke
ruang lobi Hotel. Disana Sudirman disoraki orang-orang Belanda yang
sedang menyiapkan acara dansa.
“Mana Pemimpin Belanda disini..!!” kata Sudirman sambil kedua tangannya memegang pinggang.
“Saya kamu mau apa?” kata Ploegman dengan pandangan menghina. Lalu
Sudirman menunjukkan surat perintah Djakarta tentang pengibaran bendera
“Kamu bisa baca ini?”
Ploegman mengibaskan tangannya dan mengenai surat itu langsung terjatuh
ke lantai. Sidik yang melihat kelakuan kurang ajar Ploegman langsung
memegangi leher Ploegman, lalu Ploegman mengeluarkan pistol dan
mengarahkan ke Sudirman. Tak lama kemudian dari belakang pistol meletus
dan mengenai punggung Sidik. Sidik langsung jatuh dan mati, lalu
beberapa orang Belanda mau mengeroyok Sudirman dan Haryono. Para pemuda
menerobos masuk dan terjadilah perkelahian seperti di bar-bar, beberapa
orang Belanda digebuki sampai mati.
Di luar keadaan semakin memanas, beberapa orang pemuda naik ke atas dan
merobek warna biru Belanda, lalu mengibarkan sisa bendera robekan itu:
Merah Putih, sekejap rakyat Surabaya terdiam lalu menangis, beberapa
diantara dengan semangat menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan suara
gemetar. Hari itu rakyat Surabaya memiliki keIndonesiaannya.
Sejak Insiden Yamato itu kemudian pemuda menyerang pos-pos militer
sekutu. Perang kecil-kecilan terjadi, barulah pada akhir Oktober 1945
terjadi perang besar. Inggris mengirimkan Hawthorn untuk melobi Sukarno
di Djakarta. Sukarno langsung berangkat ke Surabaya, ditengah tembakan
mendesing Sukarno menemui beberapa pemuda dan memerintahkan menghentikan
tembakan “Musuh kita bukan sekutu, mereka hanya membebaskan tawanan
perang..” kata Sukarno. Para pemuda menuruti apa kata Sukarno. Lalu
gencatan senjata terjadi.
Mallaby yang saat itu berpangkat Mayor Jenderal dengan senang hati
menerima perintah memimpin pasukan Brigade 49 yang terkenal nekat dan
berhasil menghajar Jepang pada perang Burma 1944. Pangkat Mayor Jenderal
pun diturunkan menjadi Brigadir Jenderal, karena pangkat seorang
komandan Brigade Inggris adalah Brigjen.
Mallaby yang saat itu menjadi saksi atas gencatan senjata memerintahkan
pasukannya untuk menarik diri dari semua pertempuran. Keputusan itu
ditandatangani 29 Oktober 1945. Namun informasi gencatan senjata
ternyata tidak sampai ke seluruh pasukan. Ada pasukan kecil India
(Gurkha) yang membangun benteng pasir di bawah Jembatan Merah Surabaya.
Mereka menembaki segerombolan pemuda. Para Pemuda membalas berondongan
senjata dengan serbuan bambu runcing, naas bagi Mallaby yang dikiranya
kota sudah aman dia berjalan-jalan malam untuk mencari restoran yang
masih buka, ia lapar. Dengan naik mobil Buick ia bersama pengawalnya
berkeliling Surabaya, di dekat jembatan merah ia malah masuk ke wilayah
Republik, kemudian ada pistol menyalak ke dada Mallaby. Seketika Mallaby
mati kemudian ada granat masuk ke dalam mobil Mallaby, mobil Mallaby
meledak hebat. Mayatnya terpanggang di dalam.
Sampai sekarang siapa yang nembak Mallaby, siapa yang melempar granat
tidak diketahui, apakah ini mainan intelijen Belanda, NEFIS atau memang
sebuah aksi spontan pemuda. Namun yang jelas dari sinilah Perang
Surabaya bermula.
Dalam perang lima tahun dengan NAZI, Inggris tidak pernah kehilangan
satu Jenderal pun. Tapi di Surabaya baru lima hari mendarat seorang
Jenderal terbunuh. Inilah yang membuat marah Inggris. Lalu dengan cepat
Mountbatten menunjuk Mayor Jenderal Mansergh sebagai kepala pasukan
Inggris di Surabaya untuk membereskan kota Surabaya. Mayjen Mansergh
yang jago perang dunia itu langsung mengambil keputusan untuk melucuti
semua orang Surabaya.
“Hak apa orang Inggris memerintahkan orang Surabaya sebuah bagian dari
negara berdaulat” teriak Bung Tomo sambil menggebrak meja setelah
mendapatkan laporan bahwa ada ultimatum bahwa orang Surabaya harus
menyerahkan senjata sampai tanggal 10 November 1945.
“Wah perang ini” kata Bung Tomo di depan banyak temannya. Beberapa jam
kemudian Bung Tomo memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan mobil
lalu pergi ke Tebu Ireng, Jombang. Disana ia berjumpa dengan Hadratus
Sjaikh Hasjim As’ary (kakek Gus Dur) untuk meminta nasehat &
wejangan. “Perang ini akan jadi perang sahid, perang suci karena membela
tanah air, tapi sebelum saya putuskan menyerang sekutu kamu sebaiknya
kamu dzikir dulu, saya menunggu seorang Kyai dari Cirebon (kyai abbas
buntet, red)”, kata Hadratus Sjaikh Hasjim As’ary.
Seruan Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh para ulama, akhirnya
benar-benar membakar semangat pertempuran surabaya. Dan mempermalukan
pasukanan sekutu sebagai pemenang perang dunia. Para kiai dan pendekar
tua membentuk barisan pasukan Sabilillah yang dikomandani oleh KH.
Maskur. Para santri dan pemuda berjuang dalam barisan pasukan Hizbullah
yang dipimpin oleh H. Zainul Arifin. Sementara para kiai sepuh berada di
barisan Mujahidin yang dipimpin oleh KH. Wahab Hasbullah. Para kiai dan
santri berbaur dengan pasukan reguler melawan pasukan pemenang Perang
Dunia II. Dari Markas Jombang pertempuran surabaya dikendalikan.
Mendapat jaminan dan restu dari tokoh ulama Hadratus Sjaikh Hasjim
As’ary, Bung Tomo kembali langsung ke Surabaya dan meneriakkan di corong
“Radio Pemberontak”
…Saudara-saudara Allahu Akbar!!… Semboyan kita tetap: MERDEKA ATAU MATI.
Dan kita yakin, saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita
sebab Allah selalu berada di pihak yang benar
percayalah saudara-saudara,
Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Allahu Akbar…!! Allahu Akbar…! Allahu Akbar…!!!
MERDEKA!!!
Mendengar pidato Bung Tomo, orang Surabaya paham
itu isyarat perang. Mayjen Mansergh juga ambil kesimpulan bakal ada
perang beneran. Akhirnya tanggal 10 November tiba, sirene pagi berbunyi
keras dan tak satupun rakyat Surabaya yang datang ke pos militer sekutu
untuk menyerahkan senjata.
Para pemuda membangun benteng-benteng pasir, menjalin kawat berduri,
bersembunyi di jendela-jendela toko sudah perseneleng siap tempur.
Pagi hari Gubernur Surjo mendatangi beberapa tokoh pemuda. Gubernur
Soerjo bilang “ini sudah keterlaluan Inggris, sudah tidak menganggap
Pemerintahan Djakarta itu ada, tidak ada Republik Indonesia” lalu
Gubernur Soerjo dengan blangkonnya berpidato “kita tidak mau dijajah
kembali, Merdeka….!!”
Jam 6 pagi dari arah pelabuhan di Surabaya Utara, kanon-kanon kapal
perang Inggris sudah mengarah ke kota. Tembakan pertama meletus jam 6.10
dari sebuah kapal kemudian meletus lagi dari semua kapal berikutnya
seluruh wilayah kota yang dekat dengan pelabuhan jadi korbannya.
Wilayah Surabaya Utara dihuni oleh banyak orang-orang Cina, Arab, India
dan beberapa pedagang dari Bugis. Rata-rata dari mereka adalah pedagang.
Rumah-rumah mereka hancur dengan tanah, tembakan kanon terus menerus
menghancurkan Pasar Turi, Kramat Gantung dan Pasar Besar. Beberapa
tempat sudah tak berbekas. Jam 7 pagi pasukan Inggris mulai masuk ke
Surabaya.
Mereka masuk ke kampung-kampung dan menembaki rakyat dengan membabi
buta, ada orang tembak, ada pemuda tembak mati. Sekutu menendangi rumah
penduduk dan mencari senjata, bila ada yang melawan tembak mati.
Rakyat Surabaya belum melawan, mereka masih siaga di posisinya
masing-masing, belum ada perintah tembak dari Djakarta. Para penggede
militer TKR di Djakarta dilapori situasi Surabaya terutama penembakan
kanon di Surabaya Utara. Amir Sjafruddin yang saat itu mengurusi
pertahanan langsung memerintahkan “Lawan…!!”. Lalu datanglah perintah
dari Djakarta agar rakyat Surabaya melawan.
Jam 9.15 milisi Surabaya sudah dapat kabar bahwa Jakarta menyetujui
perang, lalu tembakan pertama kali terjadi di Pasar Turi dari pihak
Republik. Di batas-batas kota rakyat mulai berdatangan memasuki kota,
ratusan ribu orang memasuki kota Surabaya mempertahankan kedaulatan
bangsanya yang sedang dihina Inggris dan Belanda.
Pasukan resmi tentara juga mulai mengoordinasi, semuanya ikut dalam
barisan milisi, pertahanan Republik langsung dibangun dari arah barat ke
Timur, wilayah Asem Jajar dijadikan wilayah perang pertama antara
sekutu dan Republik. Di wilayah ini pasukan sekutu berhasil dipukul
mundur, beberapa dari mereka tewas ketika pasukan bambu runcing nekat
maju dan masuk ke lobang pasir dimana mitraliyur ditaruh. Di selatan
Pasar Turi pasukan Inggris menerobos masuk tapi ditembaki dari
gedung-gedung oleh pasukan rakyat.
Jam 10.12 di langit Surabaya suara pesawat menderu-deru kencang. Rupanya
Inggris mengerahkan pasukan Royal Air Force (RAF) langsung dari
pangkalan militernya di Burma. Pasukan RAF yang dikerahkan ini adalah
veteran perang dari Perang Dunia kedua yang mengebom Berlin.
Tapi sekarang bukan Berlin yang dibom tapi Kota Surabaya, mereka
mengebom kantor-kantor pemerintahan, gedung-gedung sekolah. Bila tahun
1940 Inggris dibombardir Jerman, maka Inggris mengulangi kejahatan
Jerman dengan memborbardir kota Surabaya, banyak orang tertembak mati
kena runtuh gedung, dan orang yang tertembak mitraliyur pesawat, Inggris
seperti pasukan gila yang mengamuk habis-habisan.
Tapi Inggris belum kenal watak orang Surabaya yang panas. Pasukan rakyat
kemudian mengambil beberapa mitralyur anti pesawat buatan Jepang dan
menembaki skuadron pasukan RAF. Dua pesawat kena tembak salah satunya
adalah seorang jenderal yang bernama Brigjen Robert Guy Loder Symonds
seorang komandan pasukan Artileri yang sedang melakukan survey udara.
Jenderal ini kemudian dibawa ke Jakarta dan dimakamkan di Kramat Pulo,
Menteng.
Pertempuran makin meluas, sampai ke Kali Mas. Di pinggir Kali Mas
pasukan sekutu langsung menggempur pasukan rakyat. Jam 12 siang hari
pertama, pasukan infanteri mulai mendarat sekitar 20.000 orang,
inilah pasukan terbesar Inggris setelah perang dunia selesai, dan
merupakan perang paling brutal sepanjang sejarah pertempuran pasukan
Inggris.
Dari Radio hampir seluruh rakyat Indonesia menunggu laporan-laporan dari
perkembangan perang, mereka menunggu pidato Bung Tomo. Semua
mendekatkan telinga mereka di radio. Pada hari itu juga banyak dari
orang-orang Indonesia di tempat lainnya menyiapkan diri untuk perang ke
Surabaya. Sekitar 20.000 orang Bali sudah siap masuk ke Surabaya,
beberapa bisa menyusup dan langsung menggempur sekutu. Dari Aceh sudah
disiapkan ribuan orang pengiriman, di Medan ribuan orang berkumpul untuk
bersiap diberangkatkan ke Surabaya, di Lombok Mataram di depan para
Ulama, rakyat Lombok siap mati dan akan berangkat ke Surabaya. Di
Yogyakarta sudah mulai ada pengiriman pasukan, Malang sudah kirim
pasukan sementara Djakarta masih menunggu perkembangan,
penggede-penggede Djakarta masih berharap perang bisa diselesaikan
dengan cepat.
Di wilayah lain di luar Surabaya, Jenderal Sudirman dan para staf-nya
memutuskan untuk memotong rantai logistik sekutu. Jadi 20 ribu pasukan
infanteri bakalan terlokalisir dan digebuki rakyat Surabaya. Taktik ini
berhasil, laskar-laskar rakyat di Jawa Barat menghadang pasukan logistik
sekutu yang mau masuk dari arah barat, di Malang gudang logistik
pasukan sekutu dihancurkan, otomatis selama 5 hari pasukan sekutu
terkunci dari semua pintu masuk kota, sementara ribuan orang Indonesia
terus mengalir memasuki kota dengan senjata apa adanya berperang melawan
sekutu.
Pasukan sekutu mulai stress, karena logistik tidak ada, bantuan tempur
logistik yang diterjunkan dari pesawat kemakan orang-orang Republik,
bahkan nyaris tidak ada logistik yang berhasil didapatkan pasukan
Inggris. Mereka sudah terkunci dan terkepung oleh seluruh orang
Indonesia yang mengitari mereka, keberadaan pasukan Inggris dari Brigade
49 tinggal menghitung waktu.
Tempat-tempat dimana pos pasukan Inggris berada di blokade total, tak
ada listrik, tak ada makanan, mereka harus berjaga 24 jam agar jangan
sampai ditembaki Republik yang terus menerus nggan berhenti. Di hari
kelima pertempuran mulai jarang tembakan dari pasukan sekutu, pasukan
Inggris mulai kehabisan amunisi, beberapa orang Surabaya nekat masuk ke
pos-pos Inggris dan meledakkan granat, inilah yang mereka takutkan.
Dalam kondisi rusak mental inilah, pasukan Brigade 49 mulai
teriak-teriak ke markas mereka di Djakarta bahwa mereka sudah terdesak.
Rahasia kekalahan Inggris ini
disimpan rapi-rapi, jangan sampai Penggede Republik Indonesia tahu,
mereka berlagak ja’im dan masih mencitrakan diri sebagai pemenang perang
di Surabaya. Begitu juga dengan pemimpin di Jakarta yang tidak begitu
mengetahui perkembangan perang di Surabaya, mereka sudah ‘underestimate’
bahwa perang akan dimenangkan oleh Inggris.
Di Singapura para panglima Inggris berkumpul. “Kita sudah kalah di
Surabaya” kata seorang Panglima. “Pasukan kita sudah kelaparan, tidak
ada lagi pasokan”, memang saat itu pasukan sekutu sudah amat kelaparan.
Mereka tidak dapat pasokan logistik, sementara para pejuang Republik
dapat pasokan terus menerus nasi bungkus, pisang, dan banyak bahan
makanan dari rakyat yang sukarela membuatkan masakan di dapur umum.
Bahkan beberapa pasukan Inggris seperti anjing kelaparan saat melihat
sisa nasi bungkus bahkan yang udah basi, mereka ambil dan makan.
“Keadaan ini harus dirahasiakan”. Bagaimanapun pasukan Brigade 49 dari
Divisi V adalah pasukan kebanggaan Inggris, mereka dijuluki “Fighting
Cock” pada Perang Burma 1944, merekalah yang merebut satu persatu
wilayah Burma dengan sistem gerilya hutan, kini Brigade itu
perlahan-lahan mati kelaparan, digebukin dan ditembakin.
Lalu para Panglima itu mengutus Admiral Heifrich menemui Presiden
Sukarno. Heifrich mengakui sendiri dalam buku biografinya, ‘Keputusan
untuk menghentikan perang, satu-satunya hanya pada Presiden Sukarno”,
apa yang dilakukan Heifrich ini bila diperhatikan sangat aneh untuk
watak Inggris yang amat ksatria. Karena saat ultimatum, Inggris sempat
menganggap Pemerintahan Republik Indonesia tidak ada, lantas setelah
pasukan Brigade 49 sudah kalah dan terjepit ia merengek minta tolong
pada Sukarno.
Disinilah kesalahan Sukarno paling fatal, ia masih termakan halusinasi
bahwa sekutu adalah pihak yang menang perang dan merupakan alat yang
baik untuk berdiplomasi dengan Belanda. Sukarno nggak paham kekuatan
bangsa sendiri, ia tidak langsung melihat pertempuran, jalan
diplomatiknya yang dipilih merupakan blunder besar dalam perang
Kemerdekaan 1945-1949.
Perang Surabaya yang berlangsung selama tiga minggu, di minggu pertama
dimenangkan oleh pihak Republikein, tapi karena keputusan Sukarno yang
memerintahkan penghentian perang, sehingga Jenderal Sudirman membuka
blokade lalu pasukan Divisi V yang awalnya sudah diputuskan tidak akan
masuk Surabaya karena takut dihabisi, jadi masuk. Logistik yang tadinya
terputus mengalir kembali.
Dan kemudian Inggris mampu menghajar pasukan Republik. Lalu nggak berapa
lama Inggris menguasai kota Surabaya, karena sudah dapat suplai
logistik dari Jakarta.
Apakah yang terjadi bila Sukarno
tahu kebohongan Inggris, mulai dari Nota Chequers 24 Agustus 1945 sampai
pada rahasia pasukan Brigade 49 yang kocar-kacir. Sukarno saat itu
berada pada persimpangan politik yang amat tragis. Di satu sisi hanya
dia-lah yang dipercaya rakyatnya, di sisi lain dia tidak mau perang
dengan sekutu, karena nama Sukarno sudah tercatat sebagai kolaborator.
Bila Sukarno diambil pihak sekutu, Sukarno kuatir Indonesia akan
kehilangan pemimpin.
Kesalahan besar Sukarno yang menghentikan perang ini juga sama fatalnya
dengan perintah Sukarno agar melarang pasukan KKO pimpinan Mayjen
Hartono masuk ke Djakarta di tahun 1966 untuk memberikan pelajaran bagi
Suharto. Sukarno memang pribadi yang menarik tapi ketika ia harus masuk
ke dalam situasi perang nampaknya ia lebih memilih menghindar.
Padahal perang Surabaya adalah sebuah drama besar yang bisa dijadikan
landasan untuk merdeka sepenuhnya, Perang Surabaya juga dikabarkan lewat
radio-radio dan didengarkan oleh para pejuang di banyak negara terjajah
seperti Vietnam dan Burma, dari perang inilah kemudian membangkitkan
semangat mereka melawan Kolonialisme.
Pelajaran dari sejarah ini adalah ketika kita sudah pada situasi perang,
janganlah kita hentikan dengan diplomasi, janganlah kita memberikan
tempat pada lawan. Kita harus percaya atas kemampuan diri sendiri. Di
Surabaya 1945 menjadi pengetahuan bagi kita bahwa kita bangsa berani dan
Berdaulat.
http://www.kaskus.co.id/thread/527ef13c128b464c48000000/wow--surabaya-neraka-pasukan-sukutu-di-10-november/